Terapi GnRH Analog

Teman-teman -khususnya teman-teman perempuan-, saya mau berbagi pengalaman sedikit tentang terapi GnRH.

Mungkin kata GnRH masih asing di sebagian telinga teman-teman, terutama mereka yang dianugerahi kesehatan dalam reproduksinya. Tapi bagi yang pernah atau sedang mengalami gangguan kesehatan reproduksi terutama bagian kandungan, mungkin tidak terlalu asing.

GnRH atau Gonadotropin-releasing hormone adalah hormon yang mengendalikan produksi sel telur atau estrogen dan sel sperma (testosteron). Setidaknya itu bahasa mudah untuk mengartikan GnRH.

Lalu apa hubungannya dengan gangguan kesehatan pada kandungan?


Saya divonis mengidap Leiomyoma Uteri Sub Mukosa atau dikenal juga dengan Tumor Rahim (Uterine Fibroid) pada bulan November 2009. Saat pertama USG, ada dua buah myoma dalam tubuh saya. Satu dalam Rahim (sub mukosa) dan satunya diluar rahim, membentuk tangkai.

Satu minggu setelah USG pertama, saya memutuskan untuk melakukan tindakan operasi, untuk mengetahui ganas atau tidak serta letaknya.

Saya melakukan operasi Miomektomi (myomectomy) pada 20 november 2009. Berhubung saya belum menikah, dokter memutuskan hanya mengangkat myom tangkai yang berada di luar rahim. Myom yang diangkat tersebut berdiameter 5×6 cm. Sedangkan myom dalam rahim yang tidak diangkat berdiameter 9×9,1 cm. Tidak diangkatnya myom dalam rahim saya karena jika myom tersebut diangkat, maka secara otomatis rahim saya pun harus diangkat.

Kenapa?

Myom terbentuk dari jaringan otot rahim. Dengan kata lain, rahim saya sudah menjadi tumor (mengeras dan membentuk jaringan tumor). Sehingga, alternatif terbaik adalah membiarkannya.

Dokter yang menangani saya waktu itu memberi saya pencerahan bahwa walaupun kondisi rahim saya sudah menjadi tumor, tapi kemungkinan untuk memiliki anak itu masih ada. Karena ternyata solusi terbaik untuk mengurangi kekerasan tumor tersebut adalah dengan kehamilan.

Dalam kondisi hamil, produksi hormon estrogen (yang menjadi penyebab mengerasnya jaringan otot rahim) akan semakin meningkat. Yang artinya akan semakin membesar pula ukuran myom atau tumor dalam rahim. Tetapi pembesaran tersebut justru akan mengendurkan jaringan otot. Sehingga biasanya akan cepat mengecil setelah bayi lahir.

Jika kehamilan adalah jalan terbaik, bagaimana dengan penderita myoma yang belum menikah?

Ada beberapa alternatif jawaban, yaitu:

  1. Jika sudah memiliki pasangan, segeralah menikah dan merencanakan kehamilan
  2. Jika belum memiliki pasangan dan tidak sedang merencanakan akan menikah dalam waktu dekat, maka pilihannya adalah mengecilkan ukuran myom tersebut.

Mengecilkan ukuran myom bukan sesuatu yang mudah. Selain harus disiplin terhadap gaya hidup, tingkat produksi hormon estrogen bukanlah sesuatu yang dapat dikendalikan dengan mudah.

Karena pembesaran dan pengerasan jaringan otot rahim bersumber dari tingkat produksi estrogen yang tidak normal (melebihi kadar normal), maka untuk mengecilkan atau mencegah agar tidak bertambah besar adalah dengan cara mengurangi tingkat produksi estrogen.

Bagaimana caranya?

Sebenarnya hormon estrogen akan meningkat di umur produktif dan akan menurun seiring mendekatnya masa menopouse.

Ada 2 cara yang saya tahu untuk mengurangi produksi estrogen:

  1. Program KB (Obat2an atau alat2 KB akan mengurangi produksi estrogen)
  2. Terapi Gonadotropin analog (GnRH-Analog)

Karena ukuran myom dalam rahim saya cukup besar, dokter memutuskan untuk melakukan terapi GnRH-Analog atau disebut juga terapi hormonal, yaitu dengan menyuntikkan hormon gonadotropin buatan ke dalam tubuh.

Ada beberapa merek dagang untuk GnRH-Analog. Dan saya memutuskan menggunakan merek dagang Endrolin, yang dikeluarkan oleh Kalbe Farma. Untuk harga, bisa cek disini.

Sesuai petunjuk, saya melakukan terapi selama 6 bulan. Satu suntikan atau 1 paket per bulan. Suntikan pertama dilakukan satu bulan setelah operasi. Terapi ini menyebabkan produksi hormon estrogen terhenti. Sehingga selama proses terapi, saya tidak mengalami datang bulan. Terhitung sejak memasuki suntikan kedua.

Selain efek positif tersebut, pembatasan terapi yang hanya 6 bulan juga dikarenakan efek samping dari GnRH-Analog tersebut, diantaranya:

  1. Meningkatkan kerapuhan tulang (sehingga harus diimbangi dengan konsumsi kalsium yang tinggi)
  2. Mual, Muntah
  3. Menggemukkan badan

Tapi alhamdulillah, saya hanya merasakan efek samping nomor satu. Di bulan kedua terapi, efek tersebut terasa ditandai dengan punggung yang sering sekali pegal dan sakit saat duduk dengan posisi tegak (punggung rata). Tapi tenang saja teman, pengeroposan tersebut hanya berlangsung selama terapi.

Setelah 6 bulan terapi, ukuran myom saya berkurang. Dari 9×9 cm menjadi hanya 4×5 cm. Memang tidak terlalu signifikan. Tapi selain ukurannya yang berkurang, tingkat kekerasannya pun berkurang. Dari hasil pemeriksaan di bulan terakhir terapi, dokter bilang rahim saya sudah kembali lunak (elastis) dan tidak akan bermasalah jika kemudian saya hamil.

Lalu apakah ukuran tersebut stabil setelah terapi selesai?

Setelah terapi selesai, semua kondisi tubuh kita tentu sangat tergantung dari gaya hidup kita. Ada yang stabil. Ada juga yang kemudian kembali membesar (baik karena tidak disiplin untuk urusan makanan dan gaya hidup maupun karena tingkat produksi hormon estrogennya yang tidak terkendali).

Dari cerita yang saya dengar dan baca dari media internet, hampir 90 persen pasien yang menggunakan terapi GnRH-Analog ini sembuh. Sangat sesuai dengan harganya ๐Ÿ˜€

Tapi tidak untuk saya. Saya mengalami kasus yang terakhir. Produksi hormon estrogen saya ternyata tidak bisa dikendalikan, baik oleh kedisiplinan makanan maupun gaya hidup. Tiga Bulan setelah terapi berakhir, saya kembali melakukan pemeriksaan (datang bulan saya sudah kembali normal, 1 bulan setelah terapi selesai). Dan ternyata ukuran myom saya kembali membesar menjadi 8×9 cm.

Melihat kondisi ini, dokter tidak berani memberi saya saran untuk kembali melakukan terapi GnRH. Karena terbukti, pada kasus saya, terapi tersebut tidak berhasil. Dokter menyarankan untuk mengangkat rahim saya sebelum kondisinya terus membesar yang kemungkinan besar dapat mengganggu organ-organ tubuh lain terutama kantung kemih dan usus.

Tapi saya menolak mentah-mentah saran tersebut. Walaupun itu saran medis, tapi saya yakin, kondisi saya masih bisa diperbaiki TANPA operasi pengangkatan rahim (yang mungkin akan menyelesaikan masalah medis tapi tidak dengan psikologis). Untuk alasan psikologis tersebut, saya akan menulisnya nanti ๐Ÿ™‚

Saya percaya, setiap penyakit diturunkan dengan obatnya. Apalagi banyak sekali informasi tentang pengobatan herbal.

Intinya: Kesalahan Bukan Pada Obatnya :-))

Tapi mungkin dari diri kita sendiri ๐Ÿ™‚

Semoga Bermanfaat ๐Ÿ™‚

Best Regards,

Icka Widyastuti

Leave a comment